Hikayat Cabe Rawit
Hikayat Cabe Rawit adalah cerita rakyat dari Aceh Selatan. Kisah dalam hikayat ini hampir serupa alurnya dengan dongeng Tempurung Kura-Kura.
Cerita juga bermula dari pasangan
yang sulit punya keturunan. Namun, dalam hikayat ini, pasangan suami-istri itu
bersumpah ingin punya anak meskipun “sebesar cabe rawit”.
Benar saja, keluarga serba
kekurangan harta tersebut akhirnya mendapatkan buah hati yang amat kecil
ukurannya sehingga dijuluki Cabe Rawit.
Pada suatu hari, diceritakan bahwa
suami dari keluarga kecil meninggal dunia. Sementara ibu Cabe Rawit sedang
sakit-sakitan, tidak bisa bangun maupun mencari penghasilan di luar.
Cabe Rawit yang mungil kemudian
bersedia mencari pekerjaan di pasar. Namun, ia malah mendapatkan keuntungan tak
terduga.
Pada hari pertama pergi ke pasar, ia
mendapatkan pisang yang ditinggalkan penjualnya karena ketakutan mendengar
suara Cabe Rawit. Peristiwa itu terjadi lantaran tubuh Cabe Rawit yang seukuran
cabai tidak mudah terlihat saat ia bersuara.
Kejadian yang serupa berulang saat
Cabe Rawit menghampiri pedagang beras, ikan, dan barang dagangan lain di pasar.
Kesejahteraan Cabe Rawit bersama
orang tua satu-satunya pun perlahan meningkat. Hal tersebut menyebabkan
tetangga, warga sekitar, pedagang, dan kepala desa curiga pada mereka. Para
warga desa lantas berniat mendatangi rumah ibu Cabe Rawit.
Namun sesampainya di rumah ibu Cabe
Rawit, mereka justru kaget melihat janda yang mempunyai anak sekecil cabai.
Kendati niat awalnya menggerebek, warga desa malah mengirim bantuan untuk
keluarga miskin itu.
Cerita rakyat dari Aceh di atas
mengisyaratkan bahwa kita tidak boleh mengucap sumpah sembarangan, apalagi
terkait masa depan. Hikayat Cabai Rawit juga mengajarkan bahwa di balik kesusahan,
sering kali ada kemudahan dan keberuntungan.